A.
KEKUASAAN
1. Definisi
Kekuasaan
Kekuasaan (power)
menurut Wahjono (2010) adalah kemampuan untuk menggunakan pengaruh pada orang
lain dengan tujuan mengubah sikap atau tingkah laku individual atau kelompok
dalam organisasi. Menurut Yuki dan Wexley (2005) kekuasaan (power) dapat didefinisikan sebagai
kapasitas mempengaruhi perilaku orang lain. Seseorang mempunyai kekuasaan
sepanjang terus dapat mempengaruhi tak peduli apakah usaha-usaha dilakukan itu benar-benar
mempunyai pengaruh. Menurut Robbins (1996) kekuasaan (power) mengacu pada suatu kapasitas yang dimiliki A untuk
mempengaruhi perilaku B, sehingga B melakukan sesuatu yang mau tidak mau harus
dilakukan.
2. Sumber-sumber
Kekuasaan
Ivancevich, Konopaske, dan Matteson (2007) ada dua
kategori kekuasaan dalam organisasi yaitu kekuasaan interpersonal dan struktural. Dalam setiap kategori terdapat beberapa
sumber kekuasaan yang spesifik.
a.
Kekuasaan
Interpersonal
Dalam
sebuah karya klasik mengenai manajemen dan perilaku organisasi, John French dan
Bertram Raven mengajukan 5 sumber interpersonal
dari kekuasaan:
1)
Kekuasaan
Legitimasi (Legitimate Power).
Kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain karena posisinya dalam
organisasi. Kekuasaan legitimasi, atau sering juga disebut kekuataan posisi
berasal dari jabatan yang diduduki orang tersebut. Artinya, organisasi
mengizinkan individu yang memegang jabatan tertentu untuk mempengaruhi dan
memerintah individu-individu lainnya. Kekuasaan formal inilah yang kita sebut
sebagai otoritas (otority).
2)
Kekuasaan
Imbalan (Reward Power). Kekuasaan
yang didasarkan pada kemampuan seseorang untuk memberikan imbalan pada
pengikutnya yang menaati perintah. Kekuasaan imbalan digunakan untuk mendukung
penggunaan kekuasaan legitimasi. Bila para bawahan menganggap imbalan yang
ditawarkan cukup berharga (seperti pengakuan pemberian tugas yang menarik,
kenaikan gaji, kesempatan untuk mengikuti program latihan, dll) mereka akan
menyanggupi perintah, permohonan dan arahan. Mesti demikian perlu dicatat bahwa
imbalan yang tidak memiliki nilai bagi individu tidak akan mempengaruhi
perilaku.
3)
Kekuasaan
Koersif (Coercive Power). Kebalikan
dari kemampuan memberi imbalan yaitu kekuasaan untuk menghukum. Para pengikut
atau bawahan Anda mungkin taat kepada Anda semata-mata karena takut. Seorang
manajer bisa menghambat promosi atau mengkritik bawahanyang menunjukkan kinerja
buruk. Praktik seperti itu, dan rasa takut yang ditimbulkannya, adalah bentuk
kekuasaan koersif. Tentu saja, seseorang tidak perlu berada dalam posisi
otoritas untuk menerapkan kekuasaan koersif.
4)
Kekuasaan
Keahlian (Export Power). Ketika seseorang memiliki keahlian khusus yang sangat
dihargai dalam sebuah organisasi. Para ahli atau pakar dalam suatu bidang
tertentu bahkan dapat memiliki kekuasaan meskipun posisi formal mereka dalam organisasi
sesungguhnya rendah. Kekuasaan keahlian adalah karakteristik personal,
sedangkan kekuasaan legitimasi, kekuasaan imbalan, dan kekuasaan koersif adalah
kekuasaan yang diberikan oleh organisasi.
5)
Kekuasaan
Referensi (Referent Power). Adalah
kekuasaan yang didasarkan pada identifikasi bawahan dengan seorang atasan.
Seseorang yang memiliki karisma dikagumi karena karakteristik yang dia miliki.
Kekuasaan karisma seseorang merupakan salah satu indikasi kekuasaan referensi.
Karisma adalah istilah yang sering digunakan untuk mendeskripsikan sosok
politikus, artis, ataupun atlet. Meski demikian, beberapa manajer dianggap
karismatik oleh bawahannya.
b.
Kekuasaan
Struktural
Setiap organisasi memiliki struktur yang khas, dan
karenanya, kekuasaan didistribusikan dengan cara-cara yang berbeda.
Organisasi-organisasi yang memiliki lapisan manajemen yang beragam dan struktur
organisasi yang hierarkis mungkin memiliki distribusi kekuasaan yang mencolok
(artinya, manajer-manajer tingkat atas memiliki kekuasaan yang jauh lebih tinggi
dibandingkan para manajer dibawahnya). Ada beberapa bentuk kekuasaan struktural
lain, yang berasal dari sumber daya, pengambilan keputusan, dan informasi.
1)
Sumber
Daya. Kanter memberikan argumentasi yang kuat bahwa kekuasaan bersumber dari
(1) akses terhadap sumber daya, informasi, dan dukungan, (2) kemampuan
mendapatkan kerja sama yang dibutuhkan guna menyelesaikan tugas. Kekuasaan
terjadi ketika seseorang memiliki jalur yang terbuka ke sumber daya uang,
sumber daya manusia, tekhnologi, material, pelanggan, dan sebagainya. Dalam
organisasi, sumber daya yang vital diturunkan melalui jalur hierarki.
2)
Kekuasaan
Pengambilan Keputusan. Sejauh mana pengaruh seorang individu atau sebuah
subunit terhadap pengambilan keputusan mengindikasikan jumlah kekuasaan yang
dimiliki orang atau subunit itu. Seorang individu atau sebuah subunit yang
memiliki kekuasaan dapat mempengaruhi jalannyaproses pengambilan keputusan,
mempengaruhi alternatif- alternatif yang perlu dipertimbangkan, dan
mempengaruhi kapan keputusan diambil.
3)
Kekuasaan
Informasi. Pengetahuan dianggap oleh beberapa pakar sebagai suatu hal yang jauh
lebih bermakna dibanding apapun dalam struktur organisasi. Pengetahuan
didefinisikan sebagai sebuah kesimpulan atau analisis yang disarikan dari data
dan informasi. Data mencakup fakta-fakta, angka-angka statistik, dan hal-hal
yang spesifik. Informasi adalah konteks dimana data diletakkan.
B.
STRESS
1. Definisi
Stress
Menurut Wahjono (2010) stress adalah kondisi
ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang.
Stress yang terlalu berat akan mengancam kemampuan seseorang dalam mengahadi
lingkungannya. Gejala-gejala stress biasanya sering marah, tidak dapat rileks,
agresi, tidak kooperatif dan pelariannya adalah minum alkohol, merokok secara
berlebihan, bahkan narkoba.
Menurut Robbins (2006) dalam Wahjono (2010) stress
merupakan kondisi dinamik yang didalamnya individu mengalami peluang, kendala,
atau tuntutan yang terkait dengan apa yang sangat diinginkan dan yang hasilnya
dipersepsikan sebagai tidak pasti tepatnya penting. Stress dapat dilihat dari
sisi negatif maupun dari sisi positif. Dari sisi posisitf, stress merupakan
peluang bila stress menawarkan potensi perolehan dalam bentuk meningkatnya
kinerja. Robbins menyebut beberapa konsekuensi dari stress yang juga dapat
digunakan sebagai indikator untuk mengukur tingkat stress dalam organisasi.
Beberapa indikator yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat stress tersebut
yaitu (1) gejala fisiologis, (2) gejala psikologis, (3) gejala perilaku.
2. Sumber-sumber
Stress
Ada beberapa faktor yang dididentifikasi sebagai
potensi sumber stress Menurut Whjono (2010) yaitu:
a.
Faktor
Lingkungan. Ketidakapstian lingkungan mempengaruhi perancangan struktur
organisasi, ketidakpastian juga mempengaruhi tingkat stress dikalangan para
karyawan dalam sebuah organisasi. Bentuk-bentuk ketidakpastian lingkungan ini
antara lain, ketidakpastian ekonomi, ketidakpastian politik, ketidakpastian
tekhnologi, dan ketidakpastian keamanan.
b.
Faktor
Organisasi. Beberapa faktor organisasi yang menjadi potensi sumber stress
antara lain:
1)
Tuntutan
tugas dalam hal desain pekerjaan individu, kondisi kerja, dan tata letak kerja
fisik.
2)
Tuntutan
peran yang berhubungan, dengan tekanan yang diberikan pada seseorang sebagai
fungsi dari peran tertentu yang dimainkan dalam sebuah organisasi.
3)
Tuntutan
antar pribadi, yang merupakan tekanan yang diciptakan oleh karyawan lain
seperti kurangnya dukungan sosial.
4)
Sruktur
organisasi yang menentukan tingkat diferensiasi dalam organisasi, tingkat
aturan dan peraturan, dan dimana keputusan itu diambil.
5)
Kepemimpinan
organisasi yang terkait dengan gaya kepemimpinan atau manajerial dari eksekutif
senior organisasi.
c.
Faktor
Individu. Menyangkut dengan faktor-faktor dalam kehidupan pribadi individu.
Faktor tersebut antara lain persoalan keluarga, ekonomi, dan kepribadian.
3. Pendekatan
Stress
a.
Pendekatan
Individu
Banyak
orang tidak mengelola waktunya dengan baik. Hal-hal yang harus mereka
selesaikan dalam hari atau pekan tertentu seharusnya selesai jika mereka
mengelola waktu dengan baik. Beberapa prinsip pengelolaan waktu yang lebih
dikenal dengan: (1) membuat daftar harian dari kegiatan yang mau diselesaikan,
(2) memprioritaskan kegiatan menurut penting dan urgensinya, (3) menjadwalkan
kegiatan menurut perangkat prioritas, dan (4) mengethaui daur harian dan
menangani bagian yang paling menuntut dari pekerjaan. Pelatihan fisik
nonkompetitif seperti aerobik, berjalan, jogging,
berenang dan bersepeda telah lama direkomendasikan oleh para dokter sebagai
suatu cara untuk menangani tingkat stress yang berlebihan. Bentuk latihan fisik
ini meningkatkan kapasitas jantung, menurunkan laju detak jantung, memberikan
suatu pengalihan mental dari tekanan kerja dan menawarkan suatu cara untuk
melepas energy. Individu dapat melatih diri untuk mengurang ketegangan lewat
tekhnik pengenduran seperti meditasi, hipnosis, dan umpan balik hayati (biofeedback).
b.
Pendekatan
Organisasi
Penerapan pendekatan ini dalam sebuah perusahaan
dapat dilihat dari beberapa indikator yaitu adanya perbaikan mekanisme seleksi
personil dan pendekatan kerja, pengunaan penetapan sasaran yang realitis,
adanya perancangan ulang pekerjaan yang dapat memberikan karyawan kendali yang
besar dalam pekerjaan yang mereka tekuni, adanya peningkatan keterlibatan
karyawan dalam pengambilan keputusan, adanya perbaikan komunikasi organisas
yang dapat mengurangi ambiguitas
peran dan konflik peran, dan penegakkan program kesejahteraan korporasi yang
memusatkan perhatian ppada keseluruhan kondisi fisik dan mental karyawan.
ARTIKEL STRESS
Benarlah,
bahwa hidup di hari-hari akhir zaman ini bagai memegang bara api. Alangkah
panas dan terasa tak sanggup menggenggamnya erat-erat. Hampir tiap kita
mengetahui, bahwa dunia hanyalah tempat singgah sementara. Dan tentu alangkah
dungu bila seorang musafir justru terlena di tempat persinggahan menghabiskan
bekal dan bersantai-santai riya, sementara tujuan utama yaitu negeri akhirat
terlupakan begitu saja.
Ya..
kita memang tersibukkan oleh aktivitas dunia sedari membuka mata di pagi buta
hingga menutup mata kembali di malam gelap gulita. Letih sekali rasa hati.
Dunia saat dikejar, makin kita berlari, makin ia menghindar. Maka retweet
untuk do’a syahdu Abu Bakar r.a., “ Yaa Allah, jadikanlah dunia ini di
tanganku, dan jadikan akhirat di hatiku”. Hal ini mengisyaratkan Abu Bakar
mengerti bahwa dunia tak boleh menguasai hatinya. Ia tak boleh diperalat oleh
dunia.
Hingga
suatu ketika berkatalah Mu’awiyah r.a., “Abu Bakar adalah orang yang berpaling
dari dunia dan dunia pun berpaling dari dirinya. Adapun Umar, dialah orang yang
tak sudi pada dunia, tapi dunia datang bersimpuh menghiba di kakinya. Adapun
kita adalah para pemburu dunia, yang kadang memperolehnya dan kadang ia pun
luput dari kita.”
Benar.. berbicara tentang dunia, tak
akan temukan titiknya. Oleh karenanya, agar tidak meluas, memanjang dan
melebar. Mari berbicara tentang hal spesifik dari dampak disibukkannya
seseorang oleh dunia.. penyakit psikis ini kita sebut STRESS.
Penyakit
ini sangat sering ditemui. Ia sederhana, tapi adalah hasil dari berbagai
pikiran negatif yang kompleks. Ia tak pilih sesiapa untuk diakrabi. Tak
terkecuali para dokter, psikolog atau mahasiswa seperti kami sekalipun. Saat
merasa sesak nafas, tenggorokan seperti ditekan, jantung berdebar dan kaki
terasa lemas. Jangan dulu membayangkan berbagai penyakit kronis. Mungkin, kita
sedang dijangkit stress.
Seperti kisah lucu satu ini yang
benar-benar terjadi pada penulis sebulan lalu. Saat laporan observasi dan
wawancara terasa menghantui dan mengejar-ngejar dalam mimpi, agaknya yang galau
memang bukan penulis seorang diri, tapi ini stress masal anak Psikologi tingkat
3 Gunadarma ^^ penulis sendiri telah berhari-hari tidur tak teratur, sesekali
mulai merasa sesak di dada, tenggorokan seperti di tekan, dan kaki terasa lemas
berhari-hari. Hingga akhirnya penulis memutuskan untuk pergi ke Puskesmas,
setelah diperiksa dan ditanya oleh dokter mengenai keluhan yang dirasa,
keluarlah pertanyaan akhir sekaligus diagnosa dokter “mbak lagi stress ya?”.
Maakkk jleebbb!!! :D
Ahh..
teringatlah pada kekata Ust. Fauzil Adhim “memang saat stress menyapa kadang
kala kita butuh spasi atas rutinitas sehari-hari yang terus memacu kita untuk
berlari, kita perlu mengambil jarak sejenak dari kesibukan yang membuat jiwa
dan badan kita penat. Ada saat-saat ketika kita harus menemukan keheningan
disaat bertambahnya berbagai ambisi, namun tidak menambah kedamaian dan
ketenangan di hati kita. Ada saat-saat ketika kita perlu berdiam diri sejenak
di saat bertambahnya kesibukan kita, justru semakin menyibukkan hati dan
pikiran kita dari hiruk pikuknya dunia yang sesak. Ada saat-saat ketika kita
perlu bertanya tentang iman kita dengan memerhatikan amalan kita”.
Maka
ketika stress menghantui, mari lirik lagi kepada ambisi, cita, mimpi, idealisme
diri dan pekerjaan yang kita geluti. Adakah ia jalan tuk mencari ridho-Nya?
Adakah Allah motivasinya? Adakah surga akhirnya? Bila memang iya, tentu hanya
dengan mengingatNya hati menjadi tenang :')
Dan
ketika telah temukan jawab dari berbagai tanya diatas, perbaikan diri makin tak
henti, ketenangan membersamai aktivitas tiap hari, dunia tak lagi di hati,
Allah muara di tiap mimpi, dan tentunya stress dihadapi dengan solusi Islami.
^^
CONTOH KASUS STRESS DI TEMPAT
KERJA
Seratusan
buruh yang mengusung puluhan bendera dan spanduk serta pamflet berisikan
tuntutan serta desakan terhadap Pemprov dan DPRD Kalbar tentang perbaikan nasib
mereka. Sementara Ketua Kadinda Kalbar, pengusaha Budiono Tan, dan beberapa
perusahaan dikecam para buruh. Salah satu tuntutan massa buruh ditujukan kepada
Ketua Kadin Kalbar agar mencabut pernyataannya tentang pemutusan hubungan kerja
(PHK) terhadap ribuan buruh-buruh pertambangan, terkait jika diberlakukannya
Peraturan Menteri ESDM No 07/2012. Tidak jelas bagaimana bentuk tuntutan serta
pernyataan para buruh anggota KSBSI tersebut, namun mereka ingin kejelasan
bagaimana soal PHK para buruh pertambangan di Kalbar. Sejauh ini belum tersiar
kabar adanya perusahaan yang membredel atau membubarkan serikat pekerja. Namun
para demonstran meminta pembredelan terhadap serikat buruh dihentikan. Terkait
hal tersebut, KSBSI Kalbar mendesak adanya peraturan daerah (perda) tentang
ketenagakerjaan di provinsi ini.
Problem yang
paling sering dihadapi buruh industri adalah PHK tanpa pesangon akibat
perusahaan mengabaikan kewajibannya. Karena itu KSBSI Kalbar mendesak
penuntasan kasus-kasus PHK dan ketenagakerjaan yang masih menggantung. Aksi
protes yang dilakukan parah buruh di Kalimantan Barat. Aksi tersebut dilakukan
karena mereka ingin mencabut tuntutan Ketua Kadin mengenai pernyataannya
tentang pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap ribuan buruh-buruh
pertambangan. Selain itu juga, para demonstran menginginkan pembubaran serikat
buruh diberhentikan.
Kesimpulan :
Berdasarkan kasus tersebut menunjukkan bahwa para buruh
mengalami stres sehingga mengekspresikannya dalam bentuk demonstrasi seperti
itu. Stres itu sendiri merupakan ketidakmampuan mengatasi ancaman yang dihadapi
oleh mental, fisik, emosional dan spiritual manusia. Stres juga dapat diartikan
sebagai suatu persepsi terhadap situasi atau kondisi fisik lingkungan sekitar
(Palupi 2003). Penyebab dilakukannya tindakan anarkis tersebut berdampak
psikologis, yakni berdasarkan salah satu teori dasar motivasi hierarki
kebutuhan oleh Abraham Masslow yakni yang merupakan teori motivasi yang terdiri
dari 5 macam kebutuhan diantaranya fisiologis, keamanan, sosial, penghargaan
dan aktualisasi diri. (Masslow, 1993). Akibat pemutusan hubungan kerja
tersebut, para pekerja tidak dapat memenuhi 5 kebutuhan dasar tersebut, salah satunya
kebutuhan fisiologi yakni berupa kebutuhan pangan, sandang dan papan.
Diberhentikannya mereka, membuat para pekerja tidak dapat memperoleh uang untuk
memenuhi kebutuhan tersebut. Selain itu, juga kebutuhan akan penghargaan juga
tidak dapat terpenuhi, karena pekerjaan yang mereka lakukan tidak dihargai
dengan diberhentikannya mereka secara sepihak. Kasus ini juga dapat dikaitkan
berdasarkan teori Herzberg, yang merupakan teori dua faktor yakni para pekerja
dalam melakukan pekerjaannya dipengaruhi oleh dua faktor utama diantaranya
adalah faktor pemeliharaan dan faktor motivasi. Kasus ini lebih ke dalam faktor
motivasi, karena para buruh tersebut tidak lagi mendapatkan kebijakan yang baik
dari perusahaan melainkan mereka mendapatkan kebijakan yang tidak adil yakni
PHK. Para buruh yang mengetahui bahwa dirinya akan di PHK secara sepihak merasa
tidak adil karena mereka sudah bekerja tapi tidak dihargai hasil kerja sampai
diPHK secara sepihak.
Sumber :
Ivancevich,
J. M., Konopaske, R., dan Matteson, M. T. (2007). Perilaku dan Manajemen Organisasi. Edisi ketujuh. Jilid 2.
Diterjemahkan oleh: Dharma Yuwono, S.Psi. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Robbins,
S. P. (1996). Perilaku Organisasi:
Konsep, Kontrovesi, Aplikasi. Jilid 2. Diterjemahkan oleh: Dr. Hadyana
Pujaatmaka. Jakarta: Prenhallindo.
Wahjono,
S. I. (2010). Perilaku Organisasi.Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Yuki, G.
A. dan Wexley, K. N. (2005). Perilaku
Organisasi dan Psikologi Personalia. Cetakan ketiga. Diterjemahkan oleh:
Drs. Muh. Shobaruddin. Jakarta: Rineka Cipta.
0 komentar:
Posting Komentar